Demokrasi Menurut Socrates


"Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah mengetahui bahwa Anda tidak mengetahui apa-apa."


Socrates lahir pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Seperti warga Athena pada umumnya, ia mendapatkan pendidikan musik, puisi, dan gimnastik. Ia juga mempelajari ilmu kosmologi, fisika, astronomi, dan matematika.

Pada usia 39 tahun, ia rajin berdiskusi untuk mengisi waktu senggang. Kebiasaannya ini mengundang simpati bagi yang mengagumi Socrates dan mengundang permusuhan dari orang-orang yang tersindir dengan kritik dan ide-idenya. 

Para penguasa Athena pada masa itu tidak begitu suka pada pemikirannya. Melalui konspirasi yang sangat kejam, ia dibawa ke pengadilan dengan tuduhan meracuni pikiran anak-anak muda. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah mereka terusik dengan pemikiran Socrates karena dikhawatirkan akan mengganggu kekuasaan mereka. Socrates itu pun dijatuhi hukuman mati dengan cara dipaksa minum racun.

Socrates dikenal tokoh filsuf yang dianggap sebagai salah satu tokoh pendiri filsafat Barat. Semasa hidupnya, Socrates sangat dikagumi oleh murid-muridnya. Ia banyak membuka pikiran soal filsafat dan cara berpikir secara rasional. Socrates suka memulai dialog atau pembicaraan dengan sebuah pertanyaan yang kemudian menjadi diskusi untuk berpikir rasional dan memahami alam semesta. Sampai sekarang, pendekatan pembelajaran dengan metode seperti itu dikenal sebagai Socratic Method.


Pandangan Demokrasi Socrates


Socrates menyampaikan pandangannya soal demokrasi melalui sebuah ilustrasi unik tentang kapal, yang disampaikan melalui tulisan Plato di dalam buku yang berjudul Republik.

Ketika ingin berlayar, apakah kita ingin dinahkodai oleh orang yang paham dan berpengalaman dalam menjelajah atau terserah siapapun orangnya meskipun orang itu tidak mengetahui sama sekali soal kapal dan pelayaran?

Di atas kapal, orang-orang lagi berdiskusi untuk menentukan siapa saja yang boleh naik kapal dan siapa saja yang tidak boleh. Hal ini mengingat kapasitas kapal yang tidak mampu untuk menampung semua orang. Dan keputusannya adalah berdasarkan kepada suara terbanyak atau mayoritas. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah mayoritas orang-orang tersebut tidak memiliki pengetahuan apapun tentang pelayaran.

Di tengah-tengah mereka sebenarnya ada satu yang memahami soal kapal dan pelayaran mulai dari navigasi, arah mata angin dan lain sebagainya. Sayangnya, mayoritas tidak suka dengan orang tersebut. Akhirnya, diputuskanlah untuk tidak memilihnya naik dalam kapal tersebut dan menunjuk orang lain yang notabenenya mereka sukai karena teman, keluarga, atau hanya sekedar melihat dari penampilannya saja.


Lantas, bagaimana kira-kira kapalnya bisa sampai ke tujuan dengan selamat?


Begitulah masalah dari sistem demokrasi yang tidak diinginkan oleh Socrates dan muridnya, yaitu Plato. Menurut Socrates, pemberian suara pun merupakan sebuah keterampilan yang gak sembarangan sehingga hal tersebut perlu diajarkan.

Mirisnya, Socrates pun menghadapi ajalnya melalui mekanisme demokrasi. Ia dituduh menyesatkan para pemuda di Kota Athena dan gak percaya dewa dewi yang diyakini oleh masyarakat kotanya dengan dijatuhi hukuman mati atas dasar keputusan mayoritas dari 500 juri, dimana 280 menganggap ia bersalah.

Komentar

Postingan Populer